Bisa Karena Butuh: Sebuah Konsep Pengajaran
Oleh: Fan Naa Na Muhammad, M.Pd., Guru SD Islam Al Azhar 38 Bantul
Pernahkah kita mengalami kesulitan saat kita belajar sesuatu? Mungkin jawabannya pernah, tetapi pernahkah kita mengalami sulit mengajarkan sesuatu kepada orang lain? Mungkin jawabannya “sering”. Bagaimana langkah agar kita mudah mengajari sebuah ilmu atau keterampilan kepada seseorang? Bagaimana langkah kita agar kita mudah memberi pendidikan kepada seseorang atau mungkin kepada anak?
Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah menanamkan persepsi kepada anak, menanamkan secara dalam dan mendalam, bahwa untuk bisa memelajari sesuatu kita harus memiliki sikap “butuh”. Kita harus memiliki sikap butuh terhadap ilmu atau keterampilan yang akan kita miliki, sehingga dengan merasa membutuhkan kita akan senang mempelajari ilmu atau keterampilan tersebut. Suasana senang akan mempermudah menyerap ilmu pengetahuan atau keterampilan.
Sebagai contoh, suatu hari di sebuah kampung, sedang musimnya anak-anak bermain dan mengayuh sepeda. Melihat teman-temannya bisa bermain sepeda, ada seorang anak yang sangat ingin atau butuh agar bisa naik sepeda. Maka anak akan dengan senang hati, belajar sepeda sampai ia bisa mengayuh sepeda dengan lancar. Saat belajar, mungkin anak tersebut mengalami proses jatuh dari sepeda, terluka, sehingga terasa sakit. Anak akan tetap belajar terus menerus, meskipun pernah jatuh dan terluka ataupun sakit.
Mari kita terapkan cara atau prinsip tersebut terhadap anak-anak, ketika anak mengalami kesulitan pada sebuah pelajaran. Contoh, anak mengalami kesulitan belajar matematika, kemudian kita melihat anak sudah mulai malas. Mari kita coba dengan menanamkan persepsi atau cara pikir kepada anak, bahwa anak membutuhkan menguasai matematika, dengan mengkaitkan dengan praktek kehidupan sehari-hari. Berikut contoh percakapan antara anak dan ibu yang bisa menjadi gambaran tentang menerapkan prinsip “butuh” untuk mempermudah belajar sesuatu
Ibu: “Nak, ibu berencana mengganti cat kamarmu dengan warna serta gambar-gambar karakter kesukaanmu, akan tetapi coba bantu ibu menghitung berapa ya luas dinding kamarmu itu?
Anak: “Wah berapa ya Bu? Saya tidak tahu luasnya”
Ibu: “Masak tidak tahu, kemarin Ibu baca buku pelajaranmu ada cara menghitung luas persegi panjang”
Anak: “Owh..iya Bu, ada, kalau begitu ayo bu temani saya belajar menghitung luas, kemarin guru juga sudah menjelaskan….hehehe….saya pengen tahu berapa luas dinding kamar saya”
Ibu: “Nah….begitu donk…ayo kita hitung bersama-sama luas dinding kamar kamu, nah…alat apa saja yang bisa kamu gunakan untuk mengukur?”
Anak: “Saya tahu Bu, ada penggaris, ada meteran jahit, dan alat-alat lainnya”
Ibu: “Nahh…..mari kita hitung bersama-sama”
Anak: “Ayo…..(dengan riang gembira)
Setelah anak belajar menghitung luas dengan cara membaca buku serta ditemani ibu, akhirnya anak berhasil mengetahui ukuran luas dinding kamarnya.
Anak dan Ibu: “Alhamdulillah…..berhasil…akhirnya kita tahu luas dinding kamar”
Contoh percakapan diatas merupakan gambaran mengenai konsep “butuh” yang dapat memperlancar dan memudahkan kita mempelajari sesuatu. Ada satu hal lagi yang perlu kita ingat, kita juga perlu menerapkan konsep bahwa kita membutuhkan guru, kita membutuhkan ilmu dari guru (baik ilmu pengetahuan, keterampilan, maupun pendidikan karakter) sehingga akan menambah rasa hormat kita terhadap guru.
Sekarang, di akhir tulisan, saya mengajak kepada siapa saja yang membaca tulisan ini, untuk membuat video pendek berdurasi sekitar satu sampai dua menit, untuk membuat adegan menerapkan konsep pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. jika punya kreativitas cerita adegan sendiri, itu sangat diperbolehkan. Kemudian kirimlah videomu tersebut ke guru kelasmu atau wali kelasmu. Semoga proses membuat video terserbut bisa mengisi waktu belajar di rumah dan bisa menjadi dokumentasi keluarga kalian. Selamat Mencoba J
Tag:butuh, parenting, pengajaran, sekolah